Salah satu klien saya adalah penginap leukemia. Umurnya masih sangat muda baru saja menginjak 19 tahun. Gejala-gejala leukemia memang telah terlihat dari semenjak ia belia. Hampir setiap saat ia mimisan, rambutnya rontok, dan kondisi tubuhnya yang tidak pernah fit. Setiap kali ibunya mengajak untuk periksa ke dokter, gadis manis ini selalu menolak dengan alasan berbagai alasan dan sang ibupun sangat memahami hal tersebut. Namun sesungguhnya bukan itu yang menjadi alasan sebenarnya. Gadis manis ini takut bila ia mengetahui kemungkinan terburuk atas apa yang tengah ia alami.
Sakitnya semakin parah ketika ia memasuki bangku kuliah. Selain kesibukan perkuliahan yang padat dan aktivitasnya di organisasi kemahasiswaan, ia pun masih harus pulang pergi dari rumah menuju kampusnya yang kurang lebih berjarak 1,5 jam dengan bis. Ia semakin sering sakit-sakitan dan terkadang ia harus bolos kuliah hingga berhari-hari sehingga membuat orangtuanya begitu mengkhawatirkannya. Sampai pada akhirnya ia memutuskan untuk kost. Gadis ini begitu bersemangat, ia semakin sibuk dengan berbagai aktivitasnya, ditambah lagi ia menjalankan bisnis untuk meringankan tanggungjawab orangtuanya dalam membiayai kuliah dan kehidupannya. Karena ia ingin sekali menjadi mandiri dan tidak mau merepotkan orangtuanya. Hingga pada suatu hari ia jatuh pingsan di kampusnya. Oleh teman-temannya ia dibawa ke rumah sakit dan harus dirawat inap. Dari situlah diagnosa dokter menyatakan bahwa ia menginap leukimia. Gadis tersebut terkejut, ia berpikir bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Namun karena mengingat perjuangan orangtuanya di desa dimana telah bersusah payah bertani demi menguliahkannya di perguruan tinggi ternama. Gadis ini memantapkan hati untuk terus berjuang melawan penyakitnya. Ia tetap tidak ingin memberitahukan penyakitnya kepada orangtua maupun keluarganya. Karena ia begitu sayang kepada orangtuanya, tidak ingin membuat mereka khawatir.
Selama 11 hari ia dirawat di rumah sakit, ia tetap bersabar, terus berdoa dan dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya, ia dapat membayar biaya rumah sakit. Ia tidak menuruti saran dokter dengan meminum obat dan kontrol yang berkesinambungan. Ia hanya yakin bahwa ia pasti bisa sembuh dengan seizin Yang Maha Kuasa. Saya salut dan kagum dengan dedikasi dan perjuangannya melawan penyakit. Ia sangat bersemangat, ceria dan sedikitpun tidak terlihat seperti pesakitan. Selama saya terapi keluhan-keluhannya berkurang dan hingga hari ini ia tidak pernah lagi mimisan. Kemudian setelah tiga kali terapi, saya menyarankan untuk ceck up ke dokter dan alhamdulillah hasilnya sungguh luar biasa sel-sel darah merahnya aktif bergerak. Begitu dasyatnya kekuatan cintanya terhadap keluarga, impian dan niatan yang kuat untuk terus berjuang melawan penyakit leukimia. Subhanallah.
Kamis, Juli 17, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Mbak Emma. Saya juga sangat salut kepada Terapist nya. Masih begitu muda, pinter, cantik, dan sudah mampu menjadi konsultan kejiwaan... Luar Biasa Prima!
Salam dari Surabaya,
Wuryanano
Terimaksih Pak Wuryanano..
Wah saya serasa terbang mendapatkan pujian Bapak.
Maaf ya blog nya masih berantakan, maklum rada gaptek he..he..
Salam Penuh Syukur
Emma
Posting Komentar