By: agussyafii
Didalam keseharian saya suka mendapatkan pertanyaan yang sederhana tapi cukup mendalam untuk direnungkan. Seperti kemaren sore, sepulang kerja Icha bertanya pada saya, "Kak agus, hidup itu untuk apa?"
Hidup itu untuk apa? pertanyaan itu cukup lama buat saya untuk mencari jawabannya. Saya katakan padanya bahwa hidup kita adalah mengabdi pada Alloh dengan berbuat baik untuk alam & sesama.
manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Alloh (`abdullah) dan sebagai wakil Alloh (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai hamba Alloh, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan, oleh karena itu tugasnya hanya menyembah kepada Nya dan berpasrah diri kepada Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Alloh Maha besar maka manusia sebagai wakil Nya di muka bumi memiliki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar .
Sebagai khalifah, manusia diberi tangungjawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Alloh untuk manusia. Sebagai wakil Alloh, manusia juga diberi otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Alloh, menegakkan kebenaran, membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk menghukum mati manusia.
Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Alloh, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu manusia dilengkapi Alloh dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, hati nurani, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensial untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Wassalam,
agussyafii
Kamis, Januari 29, 2009
Jumat, Januari 23, 2009
Kacamata Kuda
Kacamata Kuda
Dulu saya hanya bisa memandang para pembicara terkenal, pembicara publik dengan nama besar seperti Andrie Wongso, James Gwee, Krishnamurti, Andrew Ho, Adi W. Gunawan, Ronny FR, dll dengan takjub. Saya berpikir, “Apakah saya bisa menjadi seperti mereka?”
Saya yakin bisa. Namun saya, pada saat itu, merasa minder, merasa kecil, dan merasa tidak berdaya melihat dan silau dengan ketenaran dan nama besar mereka. Cukup lama saya diombang-ambingkan perasaan ini. Saya ingin menjadi pembicara publik dan penulis buku namun di segmen motivasi sudah ada para “sesepuh” yang jauh lebih terkenal, lebih pintar, lebih dahsyat, lebih segalanya daripada diri saya. Mereka sudah menempuh perjalanan panjang mencapai posisi mereka saat itu. Sedangkan saya, Ermalia Normalita, tidak ada yang tahu. Tidak ada yang kenal. Mau jadi terkenal….. mimpi kali ye….
Lama saya merenung dan akhirnya saya sadar. Keputusan awal saya untuk menjadi pembicara publik dan penulis buku ternyata SALAH. Saya ingin menjadi terkenal. Ini bukanlah alasan yang tepat untuk menjadi pembicara. Ini menurut hati dan perasaan saya lho. Saya lalu merenung dan mencari alasan yang lebih tepat. Akhirnya saya menemukannya. Saya ingin menjadi pembicara dan penulis buku BUKAN untuk menjadi terkenal tapi untuk bisa MENYENTUH HIDUP ORANG LAIN ke arah yang lebih baik.
Nah, dengan alasan ini hati dan pikiran saya damai. Namun tetap masih ada kebiasaan membandingkan diri saya dengan para sesepuh itu. Saya akhirnya memutuskan untuk berhenti membandingkan diri saya dengan mereka. Saya memutuskan untuk MENJADI DIRI SAYA YANG TERBAIK. Saya tahu ini butuh proses dan perjalanan panjang berliku harus saya tempuh.
Saya putuskan untuk mengenakan kacamata kuda. Maka saat saya berhenti membandingkan diri saya, dan hanya fokus mengembangkan diri saya untuk menjadi diri saya yang terbaik maka semuanya menjadi mudah. Tidak mudah memang untuk mengembangkan diri karena sayapun punya begitu banyak mental block. Namun saya tetap fokus pada target yang telah ditetapkan. Akhirnya inilah saya apa adanya.
Saya belajar untuk bisa menulis dengan begitu cepat karena saya TIDAK MEMBANDINGKAN diri saya dengan teman-teman pembicara lainnya. Mereka punya kelebihan masing-masing. Saya juga punya kelebihan sendiri. Saya hanya fokus pada kekuatan diri saya dan tujuan yang ingin saya capai. Saya juga punya kelemahan dan kekurangan. Berbekal semangat dan upaya yang gigih saya berusaha, sedikit demi sedikit, mengatasi berbagai mental block saya dan membangun diri saya yang baru.Satu buku telah terbit The Real Art of Hypnosis. Meskipun saya pribadi kecewa dengan buku tersebut karena diklaim oleh penulis lain padahal hampir separuh buku adalah kontribusi saya.
Alhamdulillah, saya sedang diberikan kenikmatan lain untuk memutar haluan dengan menekuni penulisan buku lainnya yaitu buku Transformasi Dzikir : Menuju Kesempurnaan Tertinggi, buku ini masih dalam tahapan revisi yang hingga saat ini saya belum sanggup memastikan dapatkah saya mampu menyelesaikan dengan sesegera mungkin. Kemudian ada penawaran lagi untuk membuat buku fiksi ilmiah yang motivational. Aku baru bisa beristigfar...
Namun itu dulu. Sekarang saya belajar membenahi diri, memantapkan hati dan pikiran untuk bisa maju, selain kita perlu menetapkan target yang jelas, yang sejalan dengan nilai hidup kita, maka kita perlu TERUS MENGEMBANGKAN diri. JANGAN JADI ORANG PLIN PLAN. Ada banyak tawaran dan peluang. Seringkali seseorang kehilangan fokus karena ia lupa pada target awalnya. Ia akan beralasan bahwa ia mengganti haluan karena “Yang baru” ini lebih sesuai dengan hatinya. Dibutuhkan FOKUS untuk bisa berhasil.
Saya pribadi, hingga saat ini sering “digoda” dengan begitu banyak tawaran yang menjanjikan “hasil” yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat. Bila tawaran itu benar-benar menggiurkan dan “menggetarkan’ hati saya, maka saya harus jujur dan menggunakan Value sebagai keputusan akhir. Singkat cerita, walaupun ada begitu banyak “cobaan” saya memutuskan tetap fokus pada apa yang telah saya lakukan sekarang.
Sayang... Passion saja TIDAK CUKUP untuk bisa membuat kita sukses. Dibutuhkan strategi yang jitu untuk bisa mengakselerasi pertumbuhan dan kemajuan kita. Gunakan berbagai teknik pengembangan diri yang ada. Lakukan secara konsisten. Bila kita telah diprogram oleh lingkungan sekian tahun sehingga kita menjadi diri kita yang sekarang ini maka dibutuhkan waktu yang lama untuk memprogram ulang pikiran bawah sadar kita, bila dilakukan dengan cara biasa. Namun, dengan teknik tertentu maka perubahan bisa sangat cepat dilakukan.
Alhamdulillah, hari ini aku berani menyatakan You May say NOTHING is POSIBLE but with THE HELP of ALLAH, AL-QOWIYYU, AL-AZIZ, AL-JABBAR, DZUL JALALI WAL IKRAM, IMPOSIBLE is NOTHING if YOU REALLY WANT IT TRUE.
Salam Penuh Syukur
Emma
Dulu saya hanya bisa memandang para pembicara terkenal, pembicara publik dengan nama besar seperti Andrie Wongso, James Gwee, Krishnamurti, Andrew Ho, Adi W. Gunawan, Ronny FR, dll dengan takjub. Saya berpikir, “Apakah saya bisa menjadi seperti mereka?”
Saya yakin bisa. Namun saya, pada saat itu, merasa minder, merasa kecil, dan merasa tidak berdaya melihat dan silau dengan ketenaran dan nama besar mereka. Cukup lama saya diombang-ambingkan perasaan ini. Saya ingin menjadi pembicara publik dan penulis buku namun di segmen motivasi sudah ada para “sesepuh” yang jauh lebih terkenal, lebih pintar, lebih dahsyat, lebih segalanya daripada diri saya. Mereka sudah menempuh perjalanan panjang mencapai posisi mereka saat itu. Sedangkan saya, Ermalia Normalita, tidak ada yang tahu. Tidak ada yang kenal. Mau jadi terkenal….. mimpi kali ye….
Lama saya merenung dan akhirnya saya sadar. Keputusan awal saya untuk menjadi pembicara publik dan penulis buku ternyata SALAH. Saya ingin menjadi terkenal. Ini bukanlah alasan yang tepat untuk menjadi pembicara. Ini menurut hati dan perasaan saya lho. Saya lalu merenung dan mencari alasan yang lebih tepat. Akhirnya saya menemukannya. Saya ingin menjadi pembicara dan penulis buku BUKAN untuk menjadi terkenal tapi untuk bisa MENYENTUH HIDUP ORANG LAIN ke arah yang lebih baik.
Nah, dengan alasan ini hati dan pikiran saya damai. Namun tetap masih ada kebiasaan membandingkan diri saya dengan para sesepuh itu. Saya akhirnya memutuskan untuk berhenti membandingkan diri saya dengan mereka. Saya memutuskan untuk MENJADI DIRI SAYA YANG TERBAIK. Saya tahu ini butuh proses dan perjalanan panjang berliku harus saya tempuh.
Saya putuskan untuk mengenakan kacamata kuda. Maka saat saya berhenti membandingkan diri saya, dan hanya fokus mengembangkan diri saya untuk menjadi diri saya yang terbaik maka semuanya menjadi mudah. Tidak mudah memang untuk mengembangkan diri karena sayapun punya begitu banyak mental block. Namun saya tetap fokus pada target yang telah ditetapkan. Akhirnya inilah saya apa adanya.
Saya belajar untuk bisa menulis dengan begitu cepat karena saya TIDAK MEMBANDINGKAN diri saya dengan teman-teman pembicara lainnya. Mereka punya kelebihan masing-masing. Saya juga punya kelebihan sendiri. Saya hanya fokus pada kekuatan diri saya dan tujuan yang ingin saya capai. Saya juga punya kelemahan dan kekurangan. Berbekal semangat dan upaya yang gigih saya berusaha, sedikit demi sedikit, mengatasi berbagai mental block saya dan membangun diri saya yang baru.Satu buku telah terbit The Real Art of Hypnosis. Meskipun saya pribadi kecewa dengan buku tersebut karena diklaim oleh penulis lain padahal hampir separuh buku adalah kontribusi saya.
Alhamdulillah, saya sedang diberikan kenikmatan lain untuk memutar haluan dengan menekuni penulisan buku lainnya yaitu buku Transformasi Dzikir : Menuju Kesempurnaan Tertinggi, buku ini masih dalam tahapan revisi yang hingga saat ini saya belum sanggup memastikan dapatkah saya mampu menyelesaikan dengan sesegera mungkin. Kemudian ada penawaran lagi untuk membuat buku fiksi ilmiah yang motivational. Aku baru bisa beristigfar...
Namun itu dulu. Sekarang saya belajar membenahi diri, memantapkan hati dan pikiran untuk bisa maju, selain kita perlu menetapkan target yang jelas, yang sejalan dengan nilai hidup kita, maka kita perlu TERUS MENGEMBANGKAN diri. JANGAN JADI ORANG PLIN PLAN. Ada banyak tawaran dan peluang. Seringkali seseorang kehilangan fokus karena ia lupa pada target awalnya. Ia akan beralasan bahwa ia mengganti haluan karena “Yang baru” ini lebih sesuai dengan hatinya. Dibutuhkan FOKUS untuk bisa berhasil.
Saya pribadi, hingga saat ini sering “digoda” dengan begitu banyak tawaran yang menjanjikan “hasil” yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat. Bila tawaran itu benar-benar menggiurkan dan “menggetarkan’ hati saya, maka saya harus jujur dan menggunakan Value sebagai keputusan akhir. Singkat cerita, walaupun ada begitu banyak “cobaan” saya memutuskan tetap fokus pada apa yang telah saya lakukan sekarang.
Sayang... Passion saja TIDAK CUKUP untuk bisa membuat kita sukses. Dibutuhkan strategi yang jitu untuk bisa mengakselerasi pertumbuhan dan kemajuan kita. Gunakan berbagai teknik pengembangan diri yang ada. Lakukan secara konsisten. Bila kita telah diprogram oleh lingkungan sekian tahun sehingga kita menjadi diri kita yang sekarang ini maka dibutuhkan waktu yang lama untuk memprogram ulang pikiran bawah sadar kita, bila dilakukan dengan cara biasa. Namun, dengan teknik tertentu maka perubahan bisa sangat cepat dilakukan.
Alhamdulillah, hari ini aku berani menyatakan You May say NOTHING is POSIBLE but with THE HELP of ALLAH, AL-QOWIYYU, AL-AZIZ, AL-JABBAR, DZUL JALALI WAL IKRAM, IMPOSIBLE is NOTHING if YOU REALLY WANT IT TRUE.
Salam Penuh Syukur
Emma
Torehan Tinta
Torehan Tinta
" Semalam aku bermimpi.....aku bertemu ayah, tapi kok ayah diam saja......Dinda mau baju baru...soalnya baju Dinda ini udah jelek.....kata ibu ayah dinda sudah berada di tempat yang indah sekali ....tapi kok dinda nggak diajak yah......untuk ayah kalo nanti Dinda mimpi lagi ....Dinda mau ayah cerita sama Dinda tentang tempat ayah yang indah itu...oh ya ... ibu juga titip buat ayah"
kemudian anak ku maju mendapati gilirannya dan aku tidak bisa menahannya karena aku takut ada yang tersakiti, tapi aku juga tidak mau merusak kebahagiaan anakku
" Sekarang Yara lagi senang soalnya ayah baru beliin Yara sepeda baru......warnanya merah...bagus deh.....tapi ada syaratnya kata ayah Yara gak boleh nakal sama ade....trus harus patuh sama nasehat....ayah....ibu...mbah.....ibu guru....trus aku juga mesti rajin...terimakasih ayah insya Allah Yara jadi anak baik deh..."
Latihan membuat puisi yang lebih mirip surat curahan hati ini dalah salah satu kegitan taman kanak-kanak tempat anak saya. Sebelum berangkat kerja saya coba sempatkan melihat hasil coret-coretanya semalam dibantu ibunya
" Nama ku Mutiah di panggil Muti , aku tetangganya Yara jadi aku sering main sama Yara ......pas Yara dapat sepeda dari Ayahnya aku juga di kasih pinjam....kami main sama-sama...kami senang sekali..." cerita Muti sewaktu mendapat giliran.
Mutiah adalah salah satu anak asuh kami . Sebenarnya nasib Mutiah dan Dinda hampir sama yaitu keduanya telah di tinggal oleh ayahnya ( baca : meningal dunia ) bahkan nasib ibu Mutiah lebih lebih susah karena harus membiayai anak-anaknya yang berjumlah empat orang dengan berjualan nasi uduk dan siangnya mencuci lalu menyetrika di beberapa rumah tetangga. Sedangkan Dinda tinggal bersama neneknya, sementara ibunya bekerja di show room motor. Namun pembawaan setiap anak memang berbeda Mutiah memang selalu tampak gembira dan senyumnya tidak pernah lepas di bibir kecilnya. Banyak orang tidak mengetahui bahwa umur Mutiah sebenarnya menjelang enam tahun , tetapi keterbelakangan dan badannya yang kecil membuatnya tampak layak saja di bangku TK dan bergaul dengan anakku yang masih berumur empat tahun.
Goresan kepolosan yang mereka torehkan pada kertas putih suatu ketika akan berganti dengan goresan nasib dan tantangannya yang telah di hidangkan oleh Allah pada setiap hambanya. Torehan goresan tinta kita di hati mereka yang akan menjadi dasar mereka melangkah kedepan dan kita mesti siap bersaing dengan percikan tinta dari lingkungan dan pergaulannya kelak. Inilah amanah yang suatu ketika akan kita pertanggung jawabkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nama ayah, atas nama ibu ....atas nama orang tua.
Salam
David Sofyan
" Semalam aku bermimpi.....aku bertemu ayah, tapi kok ayah diam saja......Dinda mau baju baru...soalnya baju Dinda ini udah jelek.....kata ibu ayah dinda sudah berada di tempat yang indah sekali ....tapi kok dinda nggak diajak yah......untuk ayah kalo nanti Dinda mimpi lagi ....Dinda mau ayah cerita sama Dinda tentang tempat ayah yang indah itu...oh ya ... ibu juga titip buat ayah"
kemudian anak ku maju mendapati gilirannya dan aku tidak bisa menahannya karena aku takut ada yang tersakiti, tapi aku juga tidak mau merusak kebahagiaan anakku
" Sekarang Yara lagi senang soalnya ayah baru beliin Yara sepeda baru......warnanya merah...bagus deh.....tapi ada syaratnya kata ayah Yara gak boleh nakal sama ade....trus harus patuh sama nasehat....ayah....ibu...mbah.....ibu guru....trus aku juga mesti rajin...terimakasih ayah insya Allah Yara jadi anak baik deh..."
Latihan membuat puisi yang lebih mirip surat curahan hati ini dalah salah satu kegitan taman kanak-kanak tempat anak saya. Sebelum berangkat kerja saya coba sempatkan melihat hasil coret-coretanya semalam dibantu ibunya
" Nama ku Mutiah di panggil Muti , aku tetangganya Yara jadi aku sering main sama Yara ......pas Yara dapat sepeda dari Ayahnya aku juga di kasih pinjam....kami main sama-sama...kami senang sekali..." cerita Muti sewaktu mendapat giliran.
Mutiah adalah salah satu anak asuh kami . Sebenarnya nasib Mutiah dan Dinda hampir sama yaitu keduanya telah di tinggal oleh ayahnya ( baca : meningal dunia ) bahkan nasib ibu Mutiah lebih lebih susah karena harus membiayai anak-anaknya yang berjumlah empat orang dengan berjualan nasi uduk dan siangnya mencuci lalu menyetrika di beberapa rumah tetangga. Sedangkan Dinda tinggal bersama neneknya, sementara ibunya bekerja di show room motor. Namun pembawaan setiap anak memang berbeda Mutiah memang selalu tampak gembira dan senyumnya tidak pernah lepas di bibir kecilnya. Banyak orang tidak mengetahui bahwa umur Mutiah sebenarnya menjelang enam tahun , tetapi keterbelakangan dan badannya yang kecil membuatnya tampak layak saja di bangku TK dan bergaul dengan anakku yang masih berumur empat tahun.
Goresan kepolosan yang mereka torehkan pada kertas putih suatu ketika akan berganti dengan goresan nasib dan tantangannya yang telah di hidangkan oleh Allah pada setiap hambanya. Torehan goresan tinta kita di hati mereka yang akan menjadi dasar mereka melangkah kedepan dan kita mesti siap bersaing dengan percikan tinta dari lingkungan dan pergaulannya kelak. Inilah amanah yang suatu ketika akan kita pertanggung jawabkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nama ayah, atas nama ibu ....atas nama orang tua.
Salam
David Sofyan
Kamis, Januari 15, 2009
Ketekunan, Konsisten dan Sabar
Ketekunan, Konsisten dan Sabar
Adalah seorang sosok mualaf sister Hafsa, dia bukan seorang penceramah, atau daiyah ulung, langkah dan gerak fisik dan hatinya bisa dijadikan panutan...
Beliau adalah seorang Mu’alaf, mantan Katholik asli India. Teman duduk di mini bus saat kami ke Bosnia Oktober 98. Hafsa telah memberikan banyak impak, dampak dan pengaruh dalam merealitakan langkah langkah terkait dengan kepedulian sosial.
Apalah diri ini yang tak ada apa apanya. Kecuali sebersit ghirroh yang terpercik dan demi waktu yang tak banyak tesisa. Cemburuku jadi kian menebal, rasa iri ku kian terpacu kala kutemuia dia telah banyak berbuat. Sebaliknya dia mendakwakan bahwa aku telah banyak memberi inspirasi terhadapnya, padahal sebaliknya - okelah satu satu.
‘Sisss.... panggilnya disuatu hari saat dia mengundangku untuk menemani minum ‘Cammomile Tea’, herb tea, dikebun belakangnya disuatu sore hari,
‘Kamu sadar kalau trip dan misi kita ke Bosnia tempohari gagal total, useless! Sister Hafsa menggerutu. ’Kita tidak bisa banyak berbuat untuk Bosnia!' dia kecewa, 'Jadi aku ke India saja, mau bangun Madrasah dan Panti Asuhan Yatim disana...' itu putusan yang dia sampaikan. Buku cek dengan nama ‘Ayat’ ia tunjukan – ini menambah terbakar semangatku.
'Sama...!' kataku, aku mau ngurusi saudaraku yang Indonesia sajalah, 'Ini fardu 'ain ' jawabku. Jadi kita berpisah, mencari jalan sendiri sendiri. Sesekali kita kontak per telefon atau per email.
Hafsa, setiap akhir pekan pada hari Ahad, ba'da subuh yang masih remang sudah berada di lapangan pasar terbuka, ‘Open Market’ atau ‘Car Boot Sale’, dimana saja dari Hackney, Walthsamptow, Leyton atau Dalston, Stoke- Newington, dipinggiran London sebelah Timur.
Aku pernah ikutan sekali saja bawa barang 'unwanted items' seperti batik, lukisan, keramik, baju bekas. Kita angkut dengan mobil Van di-sopiri sister Saleyha, wanita Inggris nan elok dan cantik, bersuamikan Palestina. Begitu dapat tempat yang luas dan strategis dan bayar parkir, langsung dia gelar kain terpal, lebar sekali, dibeberkan dan ditumpuknya semua baju dan barang bekas atau barang loa-an. Dimeja lipat kita pamerkan barang dagangan seperti kaligrafi ayat, kerajinan tangan, batik, dllnya' untuk mencari dana..dan.. dana.
Rumahnya ..subhanallah, selalu penuh dengan barang bekas, barang loa-an dari mainan, soft toys, puzzle, buku buku dll dll, dia cuci semua baju bekas layak pakai, lalu disusun dan rapihkan lalu dimasukkan dalam doos dan kantong plastik hitam.
Sekali itu saja aku berbusiness dengan Hafsa dan aku tak sanggup mengikuti cara dia mencari dana ke carboot sale, pasar terbuka, disubuh yang gelap dan cuma dapat 50 pounds setelah berdiri 6/7 jam, kedinginan pula. Aku kapok.
Kita berpisah, tidak saling kontak, discontinue komunikasi kita, karena Hafsa selalu mengelana, layaknya dia seorang 'musyafirah'.Tiba tiba disuatu pengajian petang kita amprokan, dia sedang malakukan ‘Appeal’ untuk Palestina, aku agak terkejut..'koq dia ngurusi Palestina sekarang?
Allahu Akbar... hatiku bertakbir .. ‘Gimana sis bisa nyampe ke Palestina?' Dengan semangat berapi api dia sampaikan kondisi saudara kita di Palestina sana. Tanpak ragu dia ucap berkali kali kata kata ‘Jihad’ sementara kita sangat paranoid mendengar apalagi mengucap kata kata ini. Allah hu ‘alam, kita tidak tahu siapa orang orang disekitar kita.
‘Lewat Jordan’ Jawabnya, ‘aku merayap' tambahnya lagi. Masih sempat dia ambil beberapa foto sangat sederhana, kondisi sebuah kampung, nampak anak anak sedang bermain main direruntuhan gedung dan rumah.
‘Kita ingin bikin pabrik Roti, yang ada digilas oleh tank mereka... dan ini vital!’ ujarnya. Rencana riilnya ingin membangun pabrik Roti di Nublus dan membelikan kambing kambing ternak bagi korban gusuran Palestina yang telah kehilangan segalanya. Dia telah meraup cukup banyak dan para hadiran begitu kagum dan terharu dengan apa yang dilakukan Hafsa, bahkan menjadi cemeti.
'Aku senyum bangga dengan apa yang dia kerjakan, akhirnya dia duduk disebelahku ' 'Salamalikum my sister, how are you getting on with your Indonesian project? 'Alhamdulillah' kataku - gimana? aku bercerita dan kebetulan kubawa beberapa contoh leaflets.
'Right....! You have to come to our cicle 'Ayat' next Sunday' pintanya...'dan mereka adalah ibu-ibu muallaf yang sangat sangat multi National dan bersemangat dalam ber-Islam' demikian Hafsa mengundang untuk promosi jualan kita.
Datanglah aku disuatu Ahad yang telah dijanjikan, dan betul amat beragam dari bule bule Inggris, Sweden, Jerman, Perancis, Lebanon, sampai ke yang hitam dari Jamaika, Barbados, Sudan, Nigeria tak kalah yang non muallaf seperti dari Asia, Pakistan, Bangladesh dengan seabreg-abreg anak anaknya.
Mereka...tentu saja berpakaain 'kaffah' hitam, coklat, longgar, tidak seperti aku yang masih sangat liberal dan berpakaian gaya sekular - who care...gerutuku, yang penting khan hatinya...aku membela diri, perang sendiri...walau ada rasa cemburu.
Demkian powerpoint/film kutunjukan, leaflet dan semua perangkat yang sudah siap dikemas - kuserahkan pada ibu ibu, dan tentu saja impaknya, biasa pada nangis meratapi korban dan meratapi kelemahan kita - kita berpelukan menangis, mereka terusik, dan lantas saja pertanyaan dilontarkan ' what shall we do now sisters? tanya salah seorang tak kalah pula imbauan sister Hafsa untuk berbuat sesuatu.
Tidak itu saja, usai pengajian dua orang sister dari Jamaika bernama Anisa dan Soraya daftar jadi volunteer dan dia sekarang bertanggung jawab sebagai Tim mengurusi yatim, artinya 'matching donors & orphans' dia juga mualaf baru 10 tahun.
'Sis..kita sih engga formal, resmi apalagi pakai registrasi segala ke Charity Commission, NO WAY – saya tahu sikap mereka terhadap kita.' berapi api Hafsa berucap. 'tidaklah yaou' ..'ini mah sama aja bunuh diri' tambahnya. 'you know why? 'bisa bisa dipantau dan dibekukan dana yang ada, lagian kita sebel sama birokrasi' jelasnya lagi. Kubenarkan sikap dan tindakannya.
'OK Hafsa..’ kataku, ‘itu jalanmu, ini jalanku'. Kita mau clear cristal, transparan, no hiding no kidding dan setiap penny ada perhitungan, kita siap diaudit oleh pemerintah Inggris, dunia akhirat' jawabku tegas.
'Ini saja masih banyak orang yang tidak percaya, ada yang bingung ada yang kawatir dananya dikorup oleh orang sono didaerah, ada yang curiga dimanfaatkan untuk jihad atau teroris, ada yang nuduh bahwa ini lsm pribadiku' aku menambahkan. Pening!
‘ Ahhh itu biasa, lagu klasik..ah baca dong surat al-Falaq, masak siiih pesanku di perjalanan lupa. Ini ada satu lagi pesanku Surah 2:249 "How often has a small band overcome a great band by Allah's permission! For Allah (swt) is with those who persevere."
" Berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah beserta orang orang yang sabar (istiqomah)"
‘ ini lagi pesanku: Remember the 3 P's : Perseverance, Patience and Prayer. You need to increase all 3 continuously and in Balance in order to feel like an army! Duuh hatiku membunga merekah, sangat supportif. Kupeluk Hafsa.
' Sis..masih ada satu lagi...’ dengan gayanya yang lembut, 'Ingat begitu kita duduk berkumpul dengan dua, tiga empat orang merencanakan sesuatu untuk kebaikan untuk sesuatu yang ma'ruf untuk Allah...tak pelak.. syaiton langsung berbisik, menggoda dan bahkan berusaha menjerumuskan kita pada perpecahan, sehingga terjadi friksi. Jangan mundur - teruskan dan luruskan niatmu hanya untuk Allah semata'..ahhh terlipur juga hati, dan ternyata...aku masih manusia, terlalu biasa, kadang dapat terpaan seperti ini goyah juga, jadi belum siap' kataku
'Good luck and I noticed you are more organised and better than us' ujar Hafsa.
'Oh come on...ini saja aku strruggling koq, people come and go...' maklum dealing sama daerah konflik, orang maju mundur...'tambahku mengeluh.
'Dont worry sis..Allah will help us' tambahnya menyejukkan
Hafsah yang tidak kenal lelah, dia terus dan terus berjalan dan mengelana dan dia seorang Abid (ahli ibadah). Sekali saya dengar dia ada di Granada, Spanyol lain saat saya dengar dia sedang berusaha cari dana untuk merestorasi masjidil AL-AQSA, entah disudut yang sebelah mana? Terakhir yang kudengar kini dia memiliki charity shop, kedai barang loa, itulah gigih dan konsisten, serta kesabaran sosok Hafsa akan komitnya,seyognyanya bila kita sudah komit pada sesuatu, ketekunan (persisten), konsisten semua kendala bisa kita lewatkan dengan kesabaran...
Beberapa pekan lalu tahu tahu emailnya datang dia sedang memberi semangat kepada para janda dan yatim di Palestina sana, tinggal diantara reruntuhan dan gundukan puing puing, tanpak lampu dan air, tak ada yang tersisa, kecuali sekeping iman 'La illaha illallahh'.
Semoga Allah melindungi dan melimpahkan ganjaran yang berganda buat Hafsa....
Adalah seorang sosok mualaf sister Hafsa, dia bukan seorang penceramah, atau daiyah ulung, langkah dan gerak fisik dan hatinya bisa dijadikan panutan...
Beliau adalah seorang Mu’alaf, mantan Katholik asli India. Teman duduk di mini bus saat kami ke Bosnia Oktober 98. Hafsa telah memberikan banyak impak, dampak dan pengaruh dalam merealitakan langkah langkah terkait dengan kepedulian sosial.
Apalah diri ini yang tak ada apa apanya. Kecuali sebersit ghirroh yang terpercik dan demi waktu yang tak banyak tesisa. Cemburuku jadi kian menebal, rasa iri ku kian terpacu kala kutemuia dia telah banyak berbuat. Sebaliknya dia mendakwakan bahwa aku telah banyak memberi inspirasi terhadapnya, padahal sebaliknya - okelah satu satu.
‘Sisss.... panggilnya disuatu hari saat dia mengundangku untuk menemani minum ‘Cammomile Tea’, herb tea, dikebun belakangnya disuatu sore hari,
‘Kamu sadar kalau trip dan misi kita ke Bosnia tempohari gagal total, useless! Sister Hafsa menggerutu. ’Kita tidak bisa banyak berbuat untuk Bosnia!' dia kecewa, 'Jadi aku ke India saja, mau bangun Madrasah dan Panti Asuhan Yatim disana...' itu putusan yang dia sampaikan. Buku cek dengan nama ‘Ayat’ ia tunjukan – ini menambah terbakar semangatku.
'Sama...!' kataku, aku mau ngurusi saudaraku yang Indonesia sajalah, 'Ini fardu 'ain ' jawabku. Jadi kita berpisah, mencari jalan sendiri sendiri. Sesekali kita kontak per telefon atau per email.
Hafsa, setiap akhir pekan pada hari Ahad, ba'da subuh yang masih remang sudah berada di lapangan pasar terbuka, ‘Open Market’ atau ‘Car Boot Sale’, dimana saja dari Hackney, Walthsamptow, Leyton atau Dalston, Stoke- Newington, dipinggiran London sebelah Timur.
Aku pernah ikutan sekali saja bawa barang 'unwanted items' seperti batik, lukisan, keramik, baju bekas. Kita angkut dengan mobil Van di-sopiri sister Saleyha, wanita Inggris nan elok dan cantik, bersuamikan Palestina. Begitu dapat tempat yang luas dan strategis dan bayar parkir, langsung dia gelar kain terpal, lebar sekali, dibeberkan dan ditumpuknya semua baju dan barang bekas atau barang loa-an. Dimeja lipat kita pamerkan barang dagangan seperti kaligrafi ayat, kerajinan tangan, batik, dllnya' untuk mencari dana..dan.. dana.
Rumahnya ..subhanallah, selalu penuh dengan barang bekas, barang loa-an dari mainan, soft toys, puzzle, buku buku dll dll, dia cuci semua baju bekas layak pakai, lalu disusun dan rapihkan lalu dimasukkan dalam doos dan kantong plastik hitam.
Sekali itu saja aku berbusiness dengan Hafsa dan aku tak sanggup mengikuti cara dia mencari dana ke carboot sale, pasar terbuka, disubuh yang gelap dan cuma dapat 50 pounds setelah berdiri 6/7 jam, kedinginan pula. Aku kapok.
Kita berpisah, tidak saling kontak, discontinue komunikasi kita, karena Hafsa selalu mengelana, layaknya dia seorang 'musyafirah'.Tiba tiba disuatu pengajian petang kita amprokan, dia sedang malakukan ‘Appeal’ untuk Palestina, aku agak terkejut..'koq dia ngurusi Palestina sekarang?
Allahu Akbar... hatiku bertakbir .. ‘Gimana sis bisa nyampe ke Palestina?' Dengan semangat berapi api dia sampaikan kondisi saudara kita di Palestina sana. Tanpak ragu dia ucap berkali kali kata kata ‘Jihad’ sementara kita sangat paranoid mendengar apalagi mengucap kata kata ini. Allah hu ‘alam, kita tidak tahu siapa orang orang disekitar kita.
‘Lewat Jordan’ Jawabnya, ‘aku merayap' tambahnya lagi. Masih sempat dia ambil beberapa foto sangat sederhana, kondisi sebuah kampung, nampak anak anak sedang bermain main direruntuhan gedung dan rumah.
‘Kita ingin bikin pabrik Roti, yang ada digilas oleh tank mereka... dan ini vital!’ ujarnya. Rencana riilnya ingin membangun pabrik Roti di Nublus dan membelikan kambing kambing ternak bagi korban gusuran Palestina yang telah kehilangan segalanya. Dia telah meraup cukup banyak dan para hadiran begitu kagum dan terharu dengan apa yang dilakukan Hafsa, bahkan menjadi cemeti.
'Aku senyum bangga dengan apa yang dia kerjakan, akhirnya dia duduk disebelahku ' 'Salamalikum my sister, how are you getting on with your Indonesian project? 'Alhamdulillah' kataku - gimana? aku bercerita dan kebetulan kubawa beberapa contoh leaflets.
'Right....! You have to come to our cicle 'Ayat' next Sunday' pintanya...'dan mereka adalah ibu-ibu muallaf yang sangat sangat multi National dan bersemangat dalam ber-Islam' demikian Hafsa mengundang untuk promosi jualan kita.
Datanglah aku disuatu Ahad yang telah dijanjikan, dan betul amat beragam dari bule bule Inggris, Sweden, Jerman, Perancis, Lebanon, sampai ke yang hitam dari Jamaika, Barbados, Sudan, Nigeria tak kalah yang non muallaf seperti dari Asia, Pakistan, Bangladesh dengan seabreg-abreg anak anaknya.
Mereka...tentu saja berpakaain 'kaffah' hitam, coklat, longgar, tidak seperti aku yang masih sangat liberal dan berpakaian gaya sekular - who care...gerutuku, yang penting khan hatinya...aku membela diri, perang sendiri...walau ada rasa cemburu.
Demkian powerpoint/film kutunjukan, leaflet dan semua perangkat yang sudah siap dikemas - kuserahkan pada ibu ibu, dan tentu saja impaknya, biasa pada nangis meratapi korban dan meratapi kelemahan kita - kita berpelukan menangis, mereka terusik, dan lantas saja pertanyaan dilontarkan ' what shall we do now sisters? tanya salah seorang tak kalah pula imbauan sister Hafsa untuk berbuat sesuatu.
Tidak itu saja, usai pengajian dua orang sister dari Jamaika bernama Anisa dan Soraya daftar jadi volunteer dan dia sekarang bertanggung jawab sebagai Tim mengurusi yatim, artinya 'matching donors & orphans' dia juga mualaf baru 10 tahun.
'Sis..kita sih engga formal, resmi apalagi pakai registrasi segala ke Charity Commission, NO WAY – saya tahu sikap mereka terhadap kita.' berapi api Hafsa berucap. 'tidaklah yaou' ..'ini mah sama aja bunuh diri' tambahnya. 'you know why? 'bisa bisa dipantau dan dibekukan dana yang ada, lagian kita sebel sama birokrasi' jelasnya lagi. Kubenarkan sikap dan tindakannya.
'OK Hafsa..’ kataku, ‘itu jalanmu, ini jalanku'. Kita mau clear cristal, transparan, no hiding no kidding dan setiap penny ada perhitungan, kita siap diaudit oleh pemerintah Inggris, dunia akhirat' jawabku tegas.
'Ini saja masih banyak orang yang tidak percaya, ada yang bingung ada yang kawatir dananya dikorup oleh orang sono didaerah, ada yang curiga dimanfaatkan untuk jihad atau teroris, ada yang nuduh bahwa ini lsm pribadiku' aku menambahkan. Pening!
‘ Ahhh itu biasa, lagu klasik..ah baca dong surat al-Falaq, masak siiih pesanku di perjalanan lupa. Ini ada satu lagi pesanku Surah 2:249 "How often has a small band overcome a great band by Allah's permission! For Allah (swt) is with those who persevere."
" Berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah dan Allah beserta orang orang yang sabar (istiqomah)"
‘ ini lagi pesanku: Remember the 3 P's : Perseverance, Patience and Prayer. You need to increase all 3 continuously and in Balance in order to feel like an army! Duuh hatiku membunga merekah, sangat supportif. Kupeluk Hafsa.
' Sis..masih ada satu lagi...’ dengan gayanya yang lembut, 'Ingat begitu kita duduk berkumpul dengan dua, tiga empat orang merencanakan sesuatu untuk kebaikan untuk sesuatu yang ma'ruf untuk Allah...tak pelak.. syaiton langsung berbisik, menggoda dan bahkan berusaha menjerumuskan kita pada perpecahan, sehingga terjadi friksi. Jangan mundur - teruskan dan luruskan niatmu hanya untuk Allah semata'..ahhh terlipur juga hati, dan ternyata...aku masih manusia, terlalu biasa, kadang dapat terpaan seperti ini goyah juga, jadi belum siap' kataku
'Good luck and I noticed you are more organised and better than us' ujar Hafsa.
'Oh come on...ini saja aku strruggling koq, people come and go...' maklum dealing sama daerah konflik, orang maju mundur...'tambahku mengeluh.
'Dont worry sis..Allah will help us' tambahnya menyejukkan
Hafsah yang tidak kenal lelah, dia terus dan terus berjalan dan mengelana dan dia seorang Abid (ahli ibadah). Sekali saya dengar dia ada di Granada, Spanyol lain saat saya dengar dia sedang berusaha cari dana untuk merestorasi masjidil AL-AQSA, entah disudut yang sebelah mana? Terakhir yang kudengar kini dia memiliki charity shop, kedai barang loa, itulah gigih dan konsisten, serta kesabaran sosok Hafsa akan komitnya,seyognyanya bila kita sudah komit pada sesuatu, ketekunan (persisten), konsisten semua kendala bisa kita lewatkan dengan kesabaran...
Beberapa pekan lalu tahu tahu emailnya datang dia sedang memberi semangat kepada para janda dan yatim di Palestina sana, tinggal diantara reruntuhan dan gundukan puing puing, tanpak lampu dan air, tak ada yang tersisa, kecuali sekeping iman 'La illaha illallahh'.
Semoga Allah melindungi dan melimpahkan ganjaran yang berganda buat Hafsa....
Psikologi Islam
Psikologi Islam
By: Prof. Dr. AChmad Mubarok MA
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keIslaman dirinya, ia juga dapat meneliti keberIslaman orang lain. Tetapi apa makna Islam secara psikologis pasti berbeda-beda, karena Islam menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, Islam adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain Islam adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi Islam adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi Islam adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan.
Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan Islam dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah Islam. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili Islam. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Islam berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, Islam membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, Islam diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.
Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan Islam selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, Islam memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keIslaman sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000) .
Bagi orang Islam, Islam menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan Islamnya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas Islam yang dianutnya. Secara lahir Islam menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon Islam (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami Islam secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi Islam yang mencakup semua realitas Islam. Sebagian besar definisi Islam tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari Islamnya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul mu’mini dinuhu, wa muru’atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406).
Jadi pengertian Islam itu sangat kompleks. Psikologi Islam mencoba menguak bagaimana Islam mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberIslaman seseorang juga memiliki Islam corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberIslaman seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberIslaman merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberIslaman tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan Islam. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberIslaman manusia.
Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk menguak keberIslaman orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin Khumaini karena keberIslaman yang khas Syi’ah tidak tercover oleh Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. KeberIslaman seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk meneliti keberIslaman orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.
Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku, tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberIslaman seorang muslim dengan pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberIslaman kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada dalam al Qur’an akan lebih memudahkan menangkap realitas keberIslaman seorang muslim.
Kesulitan memahami realitas Islam itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen Islam. Menurut Encyclopedia itu, Islam mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seiman atau seaspirasi.
Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena Islam itu sangat beragam, bahkan satu Islampun, Islam misalnya memiliki keberIslaman yang sangat kompleks. Orang Islam ada yang sangat rational, ada yang tradisional, ada yang “fundamentalis” dan ada yang irational. KeberIslaman orang Islam juga ada yang konsisten antara keberIslaman individual dengan keberIslaman sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang yang kebeIslamanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh, sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara memadai.
By: Prof. Dr. AChmad Mubarok MA
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keIslaman dirinya, ia juga dapat meneliti keberIslaman orang lain. Tetapi apa makna Islam secara psikologis pasti berbeda-beda, karena Islam menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, Islam adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain Islam adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi Islam adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi Islam adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan.
Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan Islam dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah Islam. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili Islam. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Islam berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, Islam membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, Islam diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.
Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan Islam selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, Islam memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keIslaman sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000) .
Bagi orang Islam, Islam menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan Islamnya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas Islam yang dianutnya. Secara lahir Islam menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon Islam (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami Islam secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi Islam yang mencakup semua realitas Islam. Sebagian besar definisi Islam tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari Islamnya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul mu’mini dinuhu, wa muru’atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406).
Jadi pengertian Islam itu sangat kompleks. Psikologi Islam mencoba menguak bagaimana Islam mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberIslaman seseorang juga memiliki Islam corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberIslaman seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberIslaman merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberIslaman tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan Islam. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberIslaman manusia.
Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk menguak keberIslaman orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin Khumaini karena keberIslaman yang khas Syi’ah tidak tercover oleh Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. KeberIslaman seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk meneliti keberIslaman orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.
Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku, tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberIslaman seorang muslim dengan pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberIslaman kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada dalam al Qur’an akan lebih memudahkan menangkap realitas keberIslaman seorang muslim.
Kesulitan memahami realitas Islam itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen Islam. Menurut Encyclopedia itu, Islam mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seiman atau seaspirasi.
Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena Islam itu sangat beragam, bahkan satu Islampun, Islam misalnya memiliki keberIslaman yang sangat kompleks. Orang Islam ada yang sangat rational, ada yang tradisional, ada yang “fundamentalis” dan ada yang irational. KeberIslaman orang Islam juga ada yang konsisten antara keberIslaman individual dengan keberIslaman sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang yang kebeIslamanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh, sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara memadai.
Cukup Besarkah Kapasitas Diri Anda?
Cukup Besarkah Kapasitas Diri Anda?
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Kita sudah sering mendengar keluhan bahwa semakin hari pekerjaan kita
menjadi semakin banyak saja. Padahal, pilihan hidup kita untuk
menjadi pekerja mestinya diikuti oleh kesadaran bahwa tidak ada
satupun perusahaan dimuka bumi ini yang mencanangkan pertumbuhan
negatif dari setiap portofolionya. Dan itu selalu berarti tantangan
tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya. Selain itu, kita
sendiripun selalu menuntut lebih banyak kepada perusahaan. Buktinya,
setiap tahun kita menghendaki kenaikan gaji. Jadi, wajar jika kita
melakukan lebih banyak pekerjaan untuk perusahaan, dan perusahaan
memberi kita lebih banyak kesejahteraan. Tetapi, apakah kita memiliki
kapasitas yang cukup besar untuk menyesuaikan diri dengan
bertambahnya tuntutan perusahaan?
Anda tentu mengenal karet gelang. Kalau kita membeli nasi bungkus,
biasanya bungkusan itu diikat oleh karet gelang. Dijaman saya masih
kecil dulu; karet gelang bukan sekedar alat untuk mengikat sesuatu,
melainkan alat permainan yang mengesankan. Karet gelang bisa
digunakan untuk permainan apa saja. Mulai dari lompat tali, gitar-
gitaran, pistol-pistolan, ketapel, dan adu tiup serta permainan lain
yang jenisnya begitu banyak. Saya tidak menemukan bahan lain yang
bisa digunakan untuk beragam permainan seperti karet gelang.
Namun, dari sekian banyak kegunaan karet gelang, ada satu karakter
menarik yang dimilikinya. Yaitu; kemampuannya untuk memanjang
mengikuti tarikan atau regangan. Tiba-tiba saja saya menyadari bahwa
karet gelang itu menyimpan sebuah pelajaran penting bagi kita. Yaitu,
tentang kapasitas diri kita. Perhatikanlah, sebuah karet gelang
terlihat begitu gemulai. Namun, dibalik kegemulaiannya itu dia
menyembunyikan kapasitas diri yang sangat hebat. Ketika karet gelang
dihadapkan kepada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya, maka
dia mengerahkan 'potensi simpanannya' untuk mengimbangi besarnya
tuntutan itu. Dengan begitu, dia selalu bisa menyesuaikan diri
terhadap ukuran benda yang harus diikatnya. Dia bisa beradaptasi
terhadap regangan yang diterimanya. Dengan kata lain, sebuah karet
gelang mempunyai kapasitas diri yang lebih besar dari sekedar keadaan
yang terlihat dari luar.
Didalam pekerjaan kita pun demikian. Orang-orang yang memiliki
kapasitas diri yang besar selalu mampu untuk menerima tantangan yang
lebih besar. Ajaibnya, semakin besar tantang yang diterimanya;
semakin besar juga kapasitas dirinya. Sehingga semakin hari, orang
ini menjadi semakin hebat saja. Dan, karena dia menjadi semakin
hebat; maka perusahaan memberi dia semakin banyak. Maka terjadilah
keadaan yang saya sebut sebagai 'satisfaction circle'. Tantangan yang
besar menjadikan kapasitas diri semakin besar. Kapasitas diri yang
besar menghasilkan kinerja yang tinggi. Kinerja yang tinggi mendorong
kompensasi dan imbalan yang tinggi. Imbalan yang tinggi melahirkan
semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja yang tinggi mendorong
orang untuk terus meningkatkan diri. Meningkatkan diri memperbesar
kapasitas diri. Begitu seterusnya, sehingga timbulah kepuasan disisi
karyawan dan perusahaan.
Sedangkan orang-orang yang memiliki kapasitas diri yang kecil; tidak
akan mampu untuk mengakomodasi tuntutan perusahaan yang semakin hari
semakin meningkat. Dengan demikian, orang ini dengan cepat akan
sampai kepada keadaan yang biasa kita sebut sebagai 'mentok'. Para
praktisi pengembangan sumberdaya manusia percaya bahwa orang-orang
yang 'sudah mentok' tidak bisa dikembangkan lagi. Sehingga, bagi
mereka hanya ada 2 alternatif; yaitu, dipertahankan untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan rutin. Atau, segera dirumahkan karena tidak dapat
mengikuti perkembangan perusahaan.
Oleh karena itu, kita tidak memiliki pilihan lain selain memastikan
bahwa kapasitas diri kita cukup besar untuk mengakomodasi tuntutan
perusahaan. Untuk itu, ada beberapa langkah penting yang perlu kita
lakukan.
Pertama, memahami bahwa pengembangan diri adalah tanggungjawab
pribadi. Kitalah yang harus mendorong proses pengembangan diri itu.
Bukan menunggu orang lain atau perusahaan yang melakukannya untuk
kita. Mengapa? Karena orang lain belum tentu mempunyai komitmen yang
tinggi untuk mengembangkan diri kita. Dan perusahaan memiliki banyak
keterbatasan untuk menginvestasikan dana bagi perkembangan semua
karyawannya.
Kedua, menantang diri sendiri. Banyak orang yang senang jika diberi
pekerjaan yang gampang. Padahal itu berbahaya. Sebab, bukannya
bertambah kapasitas diri mereka; melainkan semakin berkurang.
Sebaliknya, kita mesti memastikan bahwa diri kita selalu dikondisikan
menangani pekerjaan-pekerjaan sulit. Agar semakin hari keterampilan
kita semakin meningkat. Dan kualitas diri kita semakin tinggi.
Sehingga, kapasitas diri kita semakin besar dari hari ke hari.
Ketiga, lakukan semuanya itu secara konsisten. Kita tidak bisa
berhenti untuk berkembang. Sebab, berhenti adalah awal dari sebuah
kemunduran. Mobil yang terus maju tanpa henti tidak akan bisa mundur.
Sebab, sebelum mundur dia harus terlebih dahulu berhenti. Begitu juga
dengan kita. Jika kita bisa memastikan untuk terus bertumbuh tanpa
henti, maka kita akan terhindar dari kemunduran. Dengan begitu, kita
akan selalu mampu untuk meningkatkan kapasitas diri kita.
Dan, seperti karet gelang; kita jadi mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan perusahaan. Sehingga, para pemimpin
diperusahaan menyimpulkan bahwa kita adalah orang-orang yang bisa
diandalkan. Dan layak mendapatkan kesempatan.
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Kita sudah sering mendengar keluhan bahwa semakin hari pekerjaan kita
menjadi semakin banyak saja. Padahal, pilihan hidup kita untuk
menjadi pekerja mestinya diikuti oleh kesadaran bahwa tidak ada
satupun perusahaan dimuka bumi ini yang mencanangkan pertumbuhan
negatif dari setiap portofolionya. Dan itu selalu berarti tantangan
tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya. Selain itu, kita
sendiripun selalu menuntut lebih banyak kepada perusahaan. Buktinya,
setiap tahun kita menghendaki kenaikan gaji. Jadi, wajar jika kita
melakukan lebih banyak pekerjaan untuk perusahaan, dan perusahaan
memberi kita lebih banyak kesejahteraan. Tetapi, apakah kita memiliki
kapasitas yang cukup besar untuk menyesuaikan diri dengan
bertambahnya tuntutan perusahaan?
Anda tentu mengenal karet gelang. Kalau kita membeli nasi bungkus,
biasanya bungkusan itu diikat oleh karet gelang. Dijaman saya masih
kecil dulu; karet gelang bukan sekedar alat untuk mengikat sesuatu,
melainkan alat permainan yang mengesankan. Karet gelang bisa
digunakan untuk permainan apa saja. Mulai dari lompat tali, gitar-
gitaran, pistol-pistolan, ketapel, dan adu tiup serta permainan lain
yang jenisnya begitu banyak. Saya tidak menemukan bahan lain yang
bisa digunakan untuk beragam permainan seperti karet gelang.
Namun, dari sekian banyak kegunaan karet gelang, ada satu karakter
menarik yang dimilikinya. Yaitu; kemampuannya untuk memanjang
mengikuti tarikan atau regangan. Tiba-tiba saja saya menyadari bahwa
karet gelang itu menyimpan sebuah pelajaran penting bagi kita. Yaitu,
tentang kapasitas diri kita. Perhatikanlah, sebuah karet gelang
terlihat begitu gemulai. Namun, dibalik kegemulaiannya itu dia
menyembunyikan kapasitas diri yang sangat hebat. Ketika karet gelang
dihadapkan kepada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya, maka
dia mengerahkan 'potensi simpanannya' untuk mengimbangi besarnya
tuntutan itu. Dengan begitu, dia selalu bisa menyesuaikan diri
terhadap ukuran benda yang harus diikatnya. Dia bisa beradaptasi
terhadap regangan yang diterimanya. Dengan kata lain, sebuah karet
gelang mempunyai kapasitas diri yang lebih besar dari sekedar keadaan
yang terlihat dari luar.
Didalam pekerjaan kita pun demikian. Orang-orang yang memiliki
kapasitas diri yang besar selalu mampu untuk menerima tantangan yang
lebih besar. Ajaibnya, semakin besar tantang yang diterimanya;
semakin besar juga kapasitas dirinya. Sehingga semakin hari, orang
ini menjadi semakin hebat saja. Dan, karena dia menjadi semakin
hebat; maka perusahaan memberi dia semakin banyak. Maka terjadilah
keadaan yang saya sebut sebagai 'satisfaction circle'. Tantangan yang
besar menjadikan kapasitas diri semakin besar. Kapasitas diri yang
besar menghasilkan kinerja yang tinggi. Kinerja yang tinggi mendorong
kompensasi dan imbalan yang tinggi. Imbalan yang tinggi melahirkan
semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja yang tinggi mendorong
orang untuk terus meningkatkan diri. Meningkatkan diri memperbesar
kapasitas diri. Begitu seterusnya, sehingga timbulah kepuasan disisi
karyawan dan perusahaan.
Sedangkan orang-orang yang memiliki kapasitas diri yang kecil; tidak
akan mampu untuk mengakomodasi tuntutan perusahaan yang semakin hari
semakin meningkat. Dengan demikian, orang ini dengan cepat akan
sampai kepada keadaan yang biasa kita sebut sebagai 'mentok'. Para
praktisi pengembangan sumberdaya manusia percaya bahwa orang-orang
yang 'sudah mentok' tidak bisa dikembangkan lagi. Sehingga, bagi
mereka hanya ada 2 alternatif; yaitu, dipertahankan untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan rutin. Atau, segera dirumahkan karena tidak dapat
mengikuti perkembangan perusahaan.
Oleh karena itu, kita tidak memiliki pilihan lain selain memastikan
bahwa kapasitas diri kita cukup besar untuk mengakomodasi tuntutan
perusahaan. Untuk itu, ada beberapa langkah penting yang perlu kita
lakukan.
Pertama, memahami bahwa pengembangan diri adalah tanggungjawab
pribadi. Kitalah yang harus mendorong proses pengembangan diri itu.
Bukan menunggu orang lain atau perusahaan yang melakukannya untuk
kita. Mengapa? Karena orang lain belum tentu mempunyai komitmen yang
tinggi untuk mengembangkan diri kita. Dan perusahaan memiliki banyak
keterbatasan untuk menginvestasikan dana bagi perkembangan semua
karyawannya.
Kedua, menantang diri sendiri. Banyak orang yang senang jika diberi
pekerjaan yang gampang. Padahal itu berbahaya. Sebab, bukannya
bertambah kapasitas diri mereka; melainkan semakin berkurang.
Sebaliknya, kita mesti memastikan bahwa diri kita selalu dikondisikan
menangani pekerjaan-pekerjaan sulit. Agar semakin hari keterampilan
kita semakin meningkat. Dan kualitas diri kita semakin tinggi.
Sehingga, kapasitas diri kita semakin besar dari hari ke hari.
Ketiga, lakukan semuanya itu secara konsisten. Kita tidak bisa
berhenti untuk berkembang. Sebab, berhenti adalah awal dari sebuah
kemunduran. Mobil yang terus maju tanpa henti tidak akan bisa mundur.
Sebab, sebelum mundur dia harus terlebih dahulu berhenti. Begitu juga
dengan kita. Jika kita bisa memastikan untuk terus bertumbuh tanpa
henti, maka kita akan terhindar dari kemunduran. Dengan begitu, kita
akan selalu mampu untuk meningkatkan kapasitas diri kita.
Dan, seperti karet gelang; kita jadi mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan perusahaan. Sehingga, para pemimpin
diperusahaan menyimpulkan bahwa kita adalah orang-orang yang bisa
diandalkan. Dan layak mendapatkan kesempatan.
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
Ketika Ketidak Cocokan Datang
Ketika Ketidak Cocokan Datang
Lebih dari seribu empat ratus tahun kitab itu beredar di masyarakat, dari goresan diatas percah kain, lembaran kayu, maupun yang bersemayam di ingatan para pionir agama ini yang terpisah-pisah sampai disatukan dalam sebuah mahakarya. Ragam penafsiran telah tersebar dalam berbagai bahasa yang berarti berbagai macam pula pemikiran orang terhadapnya dan hal itu wajar karena jika pemikiran semua orang sama tentu tidak ada lagi yang mau berfikir. Disisi lain kadangkala kita susah membuka diri bagi pemikiran orang lain ( open minded difficulty ), termasuk pasangan kita sendiri.
Suatu hari, sekitar tujuh belas tahun yang lalu, jauh kami tersasar di salah satu desa di Sukabumi mencari alamat seorang teman, tapi di tengah perjalanan kertas alamat tersebut tercecer hilang dan yang teringat hanya nama desa yang dituju yaitu desa gamping. Satu persatu orang yang lewat didesa tersebut di tanya tapi tak satupun yang mengenal orang yang bernama Ahmad Sugianto. Kami memutuskan untuk mencari tempat istirahat dan sebaik-baiknya tempat istirahat bagi yang tersasar adalah masjid. Mungkin jika alat komunikasi telah canggih seperti sekarang, hal ini tentu tidak terlalu merepotkan.
Masjid yang akan kami tuju ternyata ramai oleh para peserta pengajian yang mengadakan acara maulid Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam. Ada sedikit harapan siapa tahu diantara kerumunan orang tersebut kami menemukan orang kami cari yaitu Sugianto karena hampir seminggu dia tidak masuk sekolah, dan terdengar kabar kalau dia pulang ke Sukabumi, tempat orang tuanya.
Nasib baik berpihak kepada kami, diantara kerumunan pedagang yang menjajakan dagangan kepada jama'ah masjid, terlihat seorang lelaki kurus agak kriting menggendong anak kecil sambil menjajakan kue-kue basah dalam sebuah nampan, tidak salah lagi laki-laki adalah Ahmad Sugianto yang kami cari dan kami pun menghampirinya dengan gembira.
Sugianto kaget sewaktu mengtahui kalau kami jauh-jauh ke Sukabumi hanya untuk melihat keadaannya. Dengan raut muka yang tampak sedih dia bercerita bahwa orang tuanya baru saja bercerai setelah sang ibu tahu kalo ayahnya menikah lagi. Adik-adik nya yang masih kecil tampak kebingungan karena kurang mengerti permasalahannya tetapi yang jelas sejak saat itu ayahnya tidak pernah lagi menampakkan diri. Sugianto menjelaskan bahwa dia mungkin masih akan tinggal disana beberapa hari menghibur adik-adiknya. Di Jakarta sendiri Sugianto bekerja sebagi petugas kebersihan asrama mahasiswa di dekat sekolah, karena sekolah kami memang masuk siang dan dia mendapat keringanan untuk bisa sekolah dan melanjutkan pekerjaannya pada sore harinya.
Perceraian adalah sesuatu yang tidak hanya di benci oleh Allah tetapi juga oleh anak-anak yang menjadi korban. Jika pada sebagian orang ada yang berpisah dari pasangannya karena maut, maka sebahagian yang lain berpisah karena merasa tidak ada kecocokan lagi, namun diluar itu rasa yang jauh lebih sakit akan dialami oleh anak-anak kita sesuatu yang dimanahkan Allah kepada kita tanpa perlu embel-embel cocok atau tidaknya kita terhadap pasangan kita masing-masing.
Salam
David Sofyan
Lebih dari seribu empat ratus tahun kitab itu beredar di masyarakat, dari goresan diatas percah kain, lembaran kayu, maupun yang bersemayam di ingatan para pionir agama ini yang terpisah-pisah sampai disatukan dalam sebuah mahakarya. Ragam penafsiran telah tersebar dalam berbagai bahasa yang berarti berbagai macam pula pemikiran orang terhadapnya dan hal itu wajar karena jika pemikiran semua orang sama tentu tidak ada lagi yang mau berfikir. Disisi lain kadangkala kita susah membuka diri bagi pemikiran orang lain ( open minded difficulty ), termasuk pasangan kita sendiri.
Suatu hari, sekitar tujuh belas tahun yang lalu, jauh kami tersasar di salah satu desa di Sukabumi mencari alamat seorang teman, tapi di tengah perjalanan kertas alamat tersebut tercecer hilang dan yang teringat hanya nama desa yang dituju yaitu desa gamping. Satu persatu orang yang lewat didesa tersebut di tanya tapi tak satupun yang mengenal orang yang bernama Ahmad Sugianto. Kami memutuskan untuk mencari tempat istirahat dan sebaik-baiknya tempat istirahat bagi yang tersasar adalah masjid. Mungkin jika alat komunikasi telah canggih seperti sekarang, hal ini tentu tidak terlalu merepotkan.
Masjid yang akan kami tuju ternyata ramai oleh para peserta pengajian yang mengadakan acara maulid Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam. Ada sedikit harapan siapa tahu diantara kerumunan orang tersebut kami menemukan orang kami cari yaitu Sugianto karena hampir seminggu dia tidak masuk sekolah, dan terdengar kabar kalau dia pulang ke Sukabumi, tempat orang tuanya.
Nasib baik berpihak kepada kami, diantara kerumunan pedagang yang menjajakan dagangan kepada jama'ah masjid, terlihat seorang lelaki kurus agak kriting menggendong anak kecil sambil menjajakan kue-kue basah dalam sebuah nampan, tidak salah lagi laki-laki adalah Ahmad Sugianto yang kami cari dan kami pun menghampirinya dengan gembira.
Sugianto kaget sewaktu mengtahui kalau kami jauh-jauh ke Sukabumi hanya untuk melihat keadaannya. Dengan raut muka yang tampak sedih dia bercerita bahwa orang tuanya baru saja bercerai setelah sang ibu tahu kalo ayahnya menikah lagi. Adik-adik nya yang masih kecil tampak kebingungan karena kurang mengerti permasalahannya tetapi yang jelas sejak saat itu ayahnya tidak pernah lagi menampakkan diri. Sugianto menjelaskan bahwa dia mungkin masih akan tinggal disana beberapa hari menghibur adik-adiknya. Di Jakarta sendiri Sugianto bekerja sebagi petugas kebersihan asrama mahasiswa di dekat sekolah, karena sekolah kami memang masuk siang dan dia mendapat keringanan untuk bisa sekolah dan melanjutkan pekerjaannya pada sore harinya.
Perceraian adalah sesuatu yang tidak hanya di benci oleh Allah tetapi juga oleh anak-anak yang menjadi korban. Jika pada sebagian orang ada yang berpisah dari pasangannya karena maut, maka sebahagian yang lain berpisah karena merasa tidak ada kecocokan lagi, namun diluar itu rasa yang jauh lebih sakit akan dialami oleh anak-anak kita sesuatu yang dimanahkan Allah kepada kita tanpa perlu embel-embel cocok atau tidaknya kita terhadap pasangan kita masing-masing.
Salam
David Sofyan
Langganan:
Postingan (Atom)