Rabu, Februari 04, 2009

WHAT IS YOUR COLOUR? : THE AIRBUS A380 CASE

Pada akhir Desember 2007 lalu ada serangkaian iklan yang cukup menarik di Koran The Wall Street Journal. Iklan ini terbit dua halaman penuh selama beberapa hari berturut-turut. Brand-nya adalah Airbus A380.
Serial iklan cetak ini ada empat versi sesuai headline-nya yaitu “Greener”, “Cleaner”, “Smarter”, dan “Quieter”. Tampilanya hampir sama, gambar siluet tubuh Pesawat AirBus A380, sementara isi siluetnya berbeda-beda sesuai dengan tema headline.
Versi “Greener” isi siluetnya menampilkan gambar hutan. Versi “Cleaner” gambarnya adalah kepulauan yang hijau dan lautan biru. Sementara, versi “Smarter” menampilkan lumba-lumba yang sedang berenang. Dan versi “Quieter” gambarnya adalah orang yang sedang memancing di danau.
Kemudian, Body text-nya sendiri menjelaskan lebih lanjut tentang headline-nya. Pada versi “Greener” antara lain dinyatakan bahwa AirBus merupakan satu-satunya manufaktur pesawat yang mampu memenuhi secara ketat standar manajemen ISO 14001, baik pada proses di pabriknya maupun di produknya.
Sementara, pada versi “Cleaner” disebutkan bahwa tiap penumpang AirBus A380 menghasilkan CO2 yang lebih sedikit ketimbang penumpang mobil keluarga. Bahan baker yang dikonsumsi tiap penumpang AirBus A380 ini juga lebih sedikit disbanding penumpang mobil keluarga tadi., hanya sekitar 2,9 liter per penumpang tiap 100 kilometer.
Lalu, pada versi “Smarter”, disebutkan bahwa panjang landasan untuk take-off dan landing lebih pendek daripada pesawat sejenisnya mampu menggurangi pemakaian lahan. Dan pada versi “Quieter” dinyatakan bahwa AirBus A380 ini mampu mengurangi noise sampai ke level yang paling rendah sehingga mampu membua suasana senyap baik di luar maupun di dalam pesawat.
Dengan serangkaian iklan cetak ini, AirBus memang ingin menyatakan bahwa pesawat terbarunya, AirBus A380, adalah pesawat yang ramah lingkungan dan nyaman. Airbus A380, yang merupakan pesawat penumpang terbesar di dunia, tidaklah boros bahan baker atau menghasilkan emisi karbon yang tinggi seperti yang mungkin dipresepsi oleh banyak orang.
Nah, inilah contoh proses Clarifying.
Presepsi yang diinginkan ada dalam benak pelanggan di dukkung oleh sejumlah fakta yang mendukung. Pelanggan tidak bisa lagi sekedar di sodori slogan atau tagline yang isinya janji-janji semata.

Mengapa demikian?
Hal ini karena pelanggan sudah semakin pintar. Pelanggan tidak akan menerima begitu saja apa pun yang disodorkan oleh produsen. Pelanggan akan berupaya mencari tahu tentang kebenaran klaim dari produsen.
Sementara itu, teknologi Web 2.0 juga sangat popular. Teknologi Web 2.0 semakin mempermudah upaya pelanggan tadi. Orang bisa mencari informasi dari blog-blog tentang kebenaran klaim suatu brand. Orang juga bisa berinteraksi lewat social networking untuk bertukar informasi tentang brand.
Clarifying ini semakin penting karena positioning yang ditawarkan oleh produsen sudah menjadi generic. Pelanggan hampir tidak bisa membedakan antara positioning sebuah brand dan brand lainnya.
William J. McEwen dari The Gallup Organization menyatakan bahwa yang dilihat konsumen di Amerika saat ini adalah “Lautan kesamaan” (“The sea of sameness”).
Dalam bukunya Married to the Brand, McEwen bilang bahwa 58% dari nasabah bank di Amerika tidak melihat adanya perbedaan antar bank; 45% dari penumpang pesawat domestic di Amerika merasakan bahwa semua pelayanan maskapai penerbangan sama saja; dan 54% dari pembeli produk secara online menilai bahwa semua situs e-commercce tidak ada bedanya.
Hal ini bukan berarti bahwa pelanggan tidak dapat membedakan antara mobil VW Beetle dan BMW seri 3, misalnya. Namun, ini menunjukan bahwa pelanggan merasa bahwa mereka saat ini sudah dikepung oleh banyak brand yang terlihat sama, dan juga terasa sama. Ini juga bisa terjadi antara lain karena komunikasi merek-merek tersebut menjanjikan hal yang serupa atau sama alias menawarkan positioning yang terlalu generic tadi.
Karena itulah diperlukan Clarifying terhadap brand alias karakter yang bersangkutan.
Ada ungkapan dalam bahasa inggris yang berupa pertanyaan “What is Your Colour?”. Ungkapan ini merupakan metafora yang biasanya diajukan untuk mengetahui preferensi seseorang terhadap suatu hal.
Nah, Clarifying adalah upaya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pada kasus Airbus A380 tadi, jawabanya bisa disebut “hijau”. Ini adalah karena Airbus ingin dipersepsi, dan sekaligus juga didukung oleh kenyataan bahwa produknya memang ramah lingkungan.
Jadi sekali lagi, Clarifying bukan hanya mencoba menanamkan suatu persepsi dalam benak konsumen, tapi juga mendukungnya dengan kenyataan atau fakta., dan kemudian mengomunikasikannya dengan jelas.
Inilah era New Wave Marketing. Perception and Reality are equally important.


Diambil dari Buku karya Hermawan Kartajaya : New Wave Marketing

Tidak ada komentar: