Senin, Desember 14, 2009

Al-Ghazali Menemukan Titik Hati

Dalam karyanya, Al-Ghazali secara simbolis mengungkap tentang
sinoatrial node sebelum ilmuwan lainnya.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali yang lebih akrab dipanggil
Al-Ghazali, mewariskan banyak pemikiran dan penemuan. Ia merupakan
pemikir Muslim besar yang menguasai banyak bidang dan lebih dikenal
dengan pemikirannya dalam bidang agama, filsafat, dan sufisme.

Namun, di bidang lain, yaitu kedokteran, ternyata Al-Ghazali juga
meninggalkan jejak pemikirannya. Ia telah menyumbangkan pemikiran dan
jasa yang besar dalam kedokteran modern melalui penemuan sinoatrial
node atau nodus sinuatrial.

Dalam istilah kedokteran, sinoatrial node ini merupakan kumpulan
mokroskopis dari jaringan urat jantung atau sel-sel. Jaringan atau sel
itu terletak pada ujung teratas sulcus terminalis, pada persimpangan
vena-vena puncak dan atrium kanan.

Ritme atau denyutan jantung, secara normal bersumber dari node ini
yang biasa disebut node Keith dan Flack, yang menemukan teori tersebut
pada 1907. Mereka bernama A Keith (1866-1955), ahli anatomi dan
antropologi Skotlandia, dan MW Flack (1822-1931), fisiolog Inggris.

Terlepas dari penemuan kedua ilmuwan itu, merujuk penelitian sejarah
dan pengkajian atas pemikiran-pemikiran Al-Ghazali, ternyata dia yang
pertama kali menemukan hal yang terkait dengan sinoatrial node. Ini
terungkap dalam buku karyanya.

Ada tiga karya yang mengungkap masalah itu, yaitu Al-Munqidh min
Al-Dhalal, Ihya Ulum Al Din, dan Kimia Al-Sa'adat. Saat menjelaskan
tentang hati sebagai pusat pengetahuan intuitif serta rahasianya, ia
berbicara tentang suatu titik dalam hati.

Dalam buku Histografi Islam Kontemporer karya Azyumardi Azra,
Al-Ghazali selalu merumuskan titik ini sebagai suatu mata batin yang
menemukan ilhamnya. Penjelasan Al-Ghazali tentang hal ini, terdapat
dalam buku Al-Munqidh min Al-Dhalal.

Buku tersebut diterjemahkan oleh C Field dengan judul Confession of
Al-Ghazali. Istilah mata batin ini, juga disebutkan Al-Ghazali dalam
buku lainnya, yaitu Ihya. Dalam buku ini, ia menyebutnya sebagai
insting elektrik atau cahaya.

Al-Ghazali menjelaskan, di dalam hati terdapat suatu insting yang ia
namakan cahaya Tuhan. Selain itu, ia menyebutnya pula sebagai mata
hati, anak-anak hati, dan keintiman hati serta rahasia hati. Ia
sebutkan hal itu juga dalam Ihya.

Jika membandingkan konsep titik hati Al-Ghazali dengan sinoatrial node
ini, terungkap bahwa konsep Al-Ghazali ini memiliki kaitan erat dengan
sinoatrial node. Menurut dia, titik hati itu tak dapat dilihat dengan
alat-alat sensoris.

Sebab, jelas Al-Ghazali, titik hati itu bersifat mikroskopis. Apa yang
diungkapkannya sama dengan pandangan yang dilontarkan para ahli
kedokteran modern. Ia menyatakan pula, titik hati secara simbolis
merupakan cahaya seketika yang membagi-bagikan cahaya Tuhan.

Titik hati itu pun bersifat elektrik. Menurut pemikiran modern, dalam
satu detik sebuah impuls elektrik yang berasal dari sinoatrial node
mengalir ke bawah lewat dua atria dalam sebuah gelombang setinggi 1/10
milivolt, menyebabkan otot-otot atria berkontraksi.

Di sisi lain, pada masa modern ini para ahli anatomi menyatakan,
pembentukan tindakan secara potensial berasal dari hati. Yaitu,
kontraksi jantung yang merupakan gerakan spontan yang terjadi secara
independen dalam sistem syaraf.

Pandangan itu, sejalan dengan pemikiran Al-Ghazali. Menurut dia, hati
itu merdeka dari pengaruh otak, yang juga tercantum dalam Al-Munqidh
min Al-Dhalal. Para pemikir modern menyatakan, suatu tindakan kadang
terjadi lewat mekanisme yang tak seorang pun tahu mengenai hal itu.

Al-Ghazali mengungkapkan, tindakan yang terjadi melalui mekanisme yang
tak diketahui itu, sebenarnya disebabkan oleh sinoatrial node.
Dijelaskan pula, penguasa misterius tubuh yang sebenarnya adalah titik
hati itu, bukan otak.

Al Ghazali tidak hanya menggambarkan dimensi fisik sinoatrial node, ia
pun menggambarkannya dalam dimensi metafisik. Hal ini jauh berbeda
dengan pandangan para pemikir sekuler yang hanya mampu menggambarkan
sinoatrial node secara fisik semata.

Secara metafisik, Al Ghazali menggambarkan sinoatrial node sebagai
pusat pengetahuan intuitif atau inspirasi ketuhanan yang bisa
berfungsi sebagai peralatan untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan
kepada hambanya.

Al-Ghazali lebih jauh menyatakan, orang-orang yang bisa memungsikan
sinoatrial node secara maksimal adalah mereka yang telah mencapai
penyucian diri, yaitu mereka yang selalu mendekatkan diri kepada Allah
SWT.

Pengaruh Al-Ghazali
Selain jejak pemikirannya soal sinoatrial node ini, pemikiran
Al-Ghazali banyak berserak. Pengaruhnya, sangat luas di dunia Islam.
Terbukti, hingga saat ini pemikiran dan karyanya banyak menjadi kajian
oleh para pemikir-pemikir Islam.

Bahkan, pengaruh pemikirannya juga sampai kepada para pemikir
non-Muslim, terutama dalam kajian filsafat. Pengaruh itu merasuk
kepada para filsuf modern seperti Rene Descrates, Blaise Pascal,
Clarke, dan Spinoza.

Banyak cendekiawan Barat yang menyebut Al-Ghazali sebagai cendekiawan
Muslim terbesar. Ini karena pemikiran-pemikirannya yang memberikan
pengaruh kuat. Di dunia Barat, ia sering dipanggil dengan nama
Algazel. Ia lahir di Naisabur dan tumbuh dewasa di Baghdad. ed: ferry

Mendorong Kajian Ilmu Bedah dan Anatomi

Selain menemukan sinoatrial node, Al-Ghazali juga memberikan sumbangan
lain dalam bidang kedokteran dan biologi. Tulisan-tulisan dia diyakini
telah menjadi pendorong bangkitnya studi kedokteran pada abad
pertengahan Islam, khususnya ilmu anatomi dan pembedahan.

Dalam karya yang berjudul The Revival of the Religious Sciences,
Al-Ghazali menggolongkan pengobatan sebagai salah satu ilmu sekuler
yang terpuji (mahmud) dan menggolongkan astrologi sebagai ilmu sekuler
yang tercela (madhmutn).

Sehingga, Al-Ghazali sangat mendorong orang-orang untuk memepelajari
ilmu pengobatan. Saat membahas meditasi atau tafakur, ia menjelaskan
anatomi tubuh pada sejumlah tulisannya secara perinci tentang posisi
yang tepat dalam melakukan tafakur itu.

Dalam karya yang diterjemahkan dengan judul The Deliverer from Error,
Al-Ghazali menuliskan pentingnya umat Islam mempelajari ilmu anatomi
dan pembedahan. Dia menyinggung pula soal naturalis, orang yang
mempelajari alam, binatang, dan tumbuhan.

Mereka juga sering terlibat dalam ilmu anatomi ataupun pembedahan (ilm
at-tashriih) dari tubuh hewan. Melalui proses pembedahan itu, kata
Al-Ghazali, mereka mampu merasakan rancangan Allah SWT dan
kebijaksanaan-Nya serta keajaiban-Nya.

Menurut Al-Ghazali, mereka akan mengakui kekuasaan Allah dan memahami
bahwa siapa pun akan mengalami kematian. Dengan mempelajari anatomi,
kata dia, mereka pun mampu mengetahui kegunaan bagian-bagian organ
tubuh dan rancangan sempurna Tuhan atas struktur tubuh makhluk hidup.

Rintisan Al-Ghazali dalam bidang anatomi dan pembedahan kemudian
dilanjutkan oleh sejumlah ilmuwan Muslim lainnya, misalnya pada abad
ke-12 dan ke-13. Sebut saja, Ibnu Zuhr, Ibn al-Nafis, ataupun Ibnu
Rusyd yang terkenal dalam bidang tersebut. (meta, ed:ferry)


Dyah Ratna Meta Novi
sumber:
http://www.republika.co.id/koran/36/94235

Tidak ada komentar: